MAKALAH EPIDEMIOLOGI
WABAH ANTRAKS
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas Epidemiologi Kesehatan
Disusunoleh :
Brilliantina Aisyah Jasmin NIM.P07133111003
Yolla Ayu Medikawanti NIM.P07133111038
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tugas penyusunan Makalah Epidemiologi tentang
Wabah Antraks, dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah
ini terwujud atas bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak,dan
oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1.
DR.Hj.Lucky
Herawati, SKM, M.Sc, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
2.
Tuntas Bagyono,
SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.
3. Abdul
Hadi Kadarusno, SKM, MPH, selaku dosen
mata kuliah Epidemiologi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
4.
Teman-teman dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah tentang wabah antraks
ini.
Kami menyadari bahwa penulisan Makalah
ini masih jauh dari sempurna.Namaun kami berharap, semoga Makalah ini
bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Yogyakarta, Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Dasar teori ....................................................................................... 1
B.
Rumusan
masalah ............................................................................ 2
C.
Tujuan
.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A.
Pengertian antraks............................................................................. 3
B.
Etiologi.............................................................................................. 4
C.
Gejala................................................................................................ 6
D.
Cara Penularan.................................................................................. 8
E.
Pencegahan dan Pengobatan.............................................................10
BAB III PENUTUP........................................................................................ 15
A.
Kesimpulan
..................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Dasar teori
Berbagai penyakit menular pada manusia yang
bersumber dari hewan telah banyak mewabah di dunia.Istilah zoonosis telah
dikenal untuk menggambarkan suatu kejadian penyakit infeksi pada manusia yang
ditularkan dari hewan vertebrata. Hal inilah yang dewasa ini menjadi sorotan
publik dan menjadi objek berbagai studi untuk mengkaji segala aspek yang
berkaitan dengan wabah tersebut yang diharapkan nantinya akan diperoleh suatu
sistem terpadu untuk pemberantasan dan penanggulangannya. Kemunculan dari suatu
penyakit zoonosis tidak dapat diprediksi dan dapat membawa dampak yang
menakutkan bagi dunia, terutama bagi komunitas yang bergerak di bidang
kesehatan masyarakat dan veteriner.
Dari sejumlah 1.415 mikroba patogen pada manusia
yang diketahui, 61,6% bersumber dari hewan (Brown 2004). Sejumlah 616 mikroba
patogen yang ditemukan pada hewan ternak, 77,3% diantaranya merupakan multiple
spesies atau spesies yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi lebih dari satu
jenis hewan. Pada karnivora domestik, dari 374 mikroba patogen, 90% diantaranya
diklasifikasikan sebagai multiple spesies. Emerging zoonosis dapat dilihat
secara operasional sebagai proses dua tahap. Tahap pertama adalah pemaparan
suatu agen penyakit ke suatu populasi host yang baru. Tahap kedua adalah proses
penyebaran lebih lanjut dari agen penyakit dalam populasi host baru tersebut. Sebagian
besar dari kemunculan suatu wabah penyakit berasal dari agen yang sudah berada
di lingkungan dimana agen tersebut mendapatkan kesempatan atau waktu dan
kondisi yang tepat untuk kembali menginfeksi host atau populasi yang baru.
Beberapa contoh kasus emerging zoonosis dewasa yang menjadi sorotan dunia
antara lain antraks.
Kejadian antraks bersifat universal dimana dapat
terjadi di seluruh wilayah dunia mulai dari negara yang beriklim dingin,
subtropis dan tropis, pada negara yang miskin, negara berkembang hingga negara
maju sekalipun.Kejadian antraks pada manusia di Indonesia hampir selalu
berhubungan dengan wabah penyakit antraks pada hewan. Di Indonesia, sepanjang
tahun 2001-2004, kasus antraks pada manusia dilaporkan terjadi setiap tahun.
B. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian antraks.
2. Mengetahui
cara penularan antraks di lingkungan.
3. Mengetahui
cara penanggulangan dan pengobatan antraks.
C. Manfaat
1. Mahasiswa
dapat mengetahui definisi antraks dan etiologinya.
2. Mahasiswa
dapat mengetahui cara penularan antraks terhadap manusia.
3. Mahasiswa
dapat mengetahui cara penangulangan dan pengobatan antraks.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
ANTRAKS
Antraks
adalah penyakit menular
akut dan sangat mematikan
yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis
dalam bentuknya yang paling ganas.
Antraks bermakna "batubara" dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korbanakan
berubah hitam. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah
dijinakkan.Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari
hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan
antara sesama manusia. Penyakit Antraks atau disebut juga Radang Lympha,
Malignant pustule, Malignant edema, Woolsorters disease, Rag pickersdisease,
Charbon.
Penyakit
Antraks merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah,
sesuai dengan undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular
dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 tahun 2010.
SPORABacillus
Anthrax tahan pada suhu panas di atas 43 derajat Celcius.Di
dalam tanah, diketahui spora mampu bertahan sampai dengan 40 tahun. Apabila
lingkungan memungkinkan, yaitu panas dan lembab maka spora dapat menjadi bentuk
bakteri biasa (vegetatif) yang mampu berkembang biak (membelah diri) dengan
sangat cepat. Itulah sebabnya, penyakit ini cenderung berjangkit pada musim
kemarau.
Penyakit
antraks merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi di Benua
Asia, dengan sifat serangan sporadik. Kawasan endemik antraks di Indonesia
meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Penyakit
tersebut berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu yang diserang pada
umumnya pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter
hewan, pekerja pabrik yang menangani produk-produk hewan yang terkontaminasi
oleh spora antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk, dan
sebagainya.
Antraks
adalah penyakit yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis, yang hidup di
tanah.Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya
kondisi.Spora tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia.
Antraks
terkadang menyerang hewan ternak yang jauh dari manusia, tetapi--sebagaimana
diketahui pada 2001 antraks menyerang Amerika Serikat--antraks ditakutkan
sebagai senjata biologi modern. Penularan atraks melalui daging atau kulit
binatang yang terkena antraks dimakan manusia.
B.
ETIOLOGI
Bacillus anthracis,
kuman berbentuk batang ujungnya persegi dengan sudut-sudut tersusun berderet
sehingga nampak seperti ruas bambu atau susunan bata, membentuk spora yang
bersifat gram positif.
Basil bentuk vegetatif
bukan merupakan organisme yang kuat, tidak tahan hidup untuk berkompetisi
dengan organisme saprofit.Basil Antraks tidak tahan terhadap oksigen, oleh
karena itu apabila sudah dikeluarkan dari badan ternak dan jatuh di tempat
terbuka, kuman menjadi tidak aktif lagi, kemudian melindungi diri dalam bentuk
spora.
Apabila hewan mati
karena Antraks dan suhu badannya antara 28 -30 °C, basil antraks tidak akan
didapatkan dalam waktu 3-4 hari, tetapi kalau suhu antara 5 -10 °C pembusukan
tidak terjadi, basil antraks masih ada selama 3-4 minggu. Basil Antraks dapat
keluar dari bangkai hewan dan suhu luar di atas 20°C, kelembaban tinggi basil
tersebut cepat berubah menjadi spora dan akan hidup. Bila suhu rendah maka
basil antraks akan membentuk spora secara perlahan - lahan (Christie 1983).
Bacillus antracis penyebab penyakit
antraks mempunyai dua bentuk siklus hidup, yaitu fase vegetatif dan fase
spora
Fase Vegetatif
Berbentuk batang, berukuran panjang
1-8 mikrometer, lebar 1-1,5 mikrometer. Jika spora antraks memasuki tubuh inang
(manusia atau hewan memamah biak) atau keadaan lingkungan yang memungkinkan
spora segera berubah menjadi bentuk vegetatif, kemudian memasuki fase
berkembang biak. Sebelum inangnya mati, sejumlah besar bentuk vegetatif bakteri
antraks memenuhi darah.Bentuk vegetatif biasa keluar dari dalam tubuh melalui
pendarahan di hidung, mulut, anus, atau pendarahan lainnya.Ketika inangnya mati
dan oksigen tidak tersedia lagi di darah bentuk vegetatif itu memasuki fase
tertidur (dorman/tidak aktif).Jika kemudian dalam fase tertidur itu terjadi
kontak dengan oksigen di udara bebas, bakteri antraks membentuk spora
(prosesnya disebut sporulasi). Pada fase ini juga dikaitkan dengan penyebaran
antraks melalui serangga, yang akan membawa bakteri dari satu inang ke inang
lainnya sehingga terjadi penularan antraks kulit, akan tetapi hal tersebut
masih harus diteliti lebih lanjut.
Fase
Spora
Berbentuk seperti bola golf,
berukuran 1-1,5 mikrometer. Selama fase ini bakteri dalam keadaan tidak aktif
(dorman), menunggu hingga dapat berubah kembali menjadi bentuk vegetatif dan
memasuki inangnya.Hal ini dapat terjadi karena daya tahan spora antraks yang
tinggi untuk melewati kondisi tak ramah--termasuk panas, radiasi ultraviolet
dan ionisasi, tekanan tinggi, dan sterilisasi dengan senyawa kimia.Hal itu
terjadi ketika spora menempel pada kulit inang yang terluka, termakan,
atau--karena ukurannya yang sangat kecil--terhirup.Begitu spora antraks
memasuki tubuh inang, spora itu berubah ke bentuk vegetatif.
C.
GEJALA
Gejala umum penyakit antraks terjadinya
demam dengan suhu badan yang tinggi dan hewan kehilangan nafsu makan. Sedangkan
gejala yang bersifat khs: gemetar, ngantuk, lumpuh, lelah, kejang-kejang,
mulas, bercak merah pada membran mukosa, mencret disertai darah, sulit bernapas
sehingga mati lemas dan terdapat bisul yang makin membesar berisi nanah kental
berwarna kuning. Manusia yang terinfeksi dan menderita penyakit antraks
ditandai dengan gejala: suhu badan tinggi, mual-mual dan terjadi pembengkakan
kelenjar getah bening di sekitar leher, dada dan ketiak.
Rata-rata masa inkubasi antraks lebih
dari 7 hari, bisa juga 60 hari bahkan lebih tergantung lamanya gejala
terbentuk.
Gejala klinis antraks pada manusia
dibagi menjadi 4 bentuk yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan,
antraks paru dan antraks meningitis.
1.
Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax)
Kejadian antraks kulit mencapai 90% dari keseluruhan kejadian
antraks di Indonesia. Masa inkubasi antara 1-5 hari ditandai dengan adanya
papula pada inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, yang dalam waktu
2-3 hari membesar menjadi vesikel berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik
dan menjadi jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak berwarna
hitam, kering yang disebut Eschar (patognomonik). Selain itu ditandai
juga dengan demam, sakit kepala dan dapat terjadi pembengkakan lunak pada
kelenjar limfe regional.Apabila tidak mendapat pengobatan, angka kematian
berkisar 5-20%.
2.
Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax)
Masa inkubasi 2-5 hari.Penularan melalui makanan yang
tercemar kuman atau spora misal daging, jerohan dari hewan, sayur- sayuran dan
sebagainya, yang tidak dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan
dengan tengan yang kurang bersih yang tercemar kuman atau spora
antraks.Penyakit ini dapat berkembang menjadi tingkat yang berat dan berakhir
dengan kematian dalam waktu kurang dari 2 hari.Angka kematian tipe ini berkisar
25-75%.
Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa sakit
perut hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi,
gastroenteritis akut yang kadang-kadang disertai darah, hematemesis. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar limfe daerah inguinal (lipat
paha), perut membesar dan keras, kemudian berkembang menjadi ascites dan oedem
scrotum serta sering dijumpai pendarahan gastrointestinal..
3.
Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax)
Masa inkubasi : 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Gejala klinis antraks
paru-paru sesuai dengan tanda-tanda bronchitis.Dalam waktu 2-4 hari gejala
semakin berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu,
stridor, keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan
cepat.Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul.
4.
Antraks Meningitis (Meningitis
Anthrax)
Terjadi karena komplikasi bentuk antraks
yang lain, dimulai dengan adanya lesi primer yang berkembang menjadi meningitis
hemoragik dan kematian dapat terjadi antara 1-6 hari. Gambaran klinisnya mirip
dengan meningitis purulenta akut yaitu demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang
umum, penurunan kesadaran dan kaku kuduk.
D.
CARA
PENULARAN
Sumber
penyakit antraks adalah hewan ternak herbivora.Manusia terinfeksi antraks melalui
kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora antraks.Penularan
juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan yang sakit seperti
kulit dan bulu.
Pada
hewan-hewan pemakan rumput, lapangan penggembalaan yang tercemar Bacillus
Anthrax (B.a) merupakan media penyaluran penyakit yang paling efektif.B.a.
masuk ke dalam tubuh lewat pakan atau air minum melalui mulut. Nanah yang
keluar dari bisul pecah banyak mengandung B.a. dapat mencemari lingkungan
sekitarnya. Darah ternak yang positif sakit antraks banyak mengandung B.a.
sehingga melakukan penyembelihan memungkinkan darah menyebar dan merupakan
sumber penularan penyakit.
Penularan
penyakit antraks pada manusia pada umumnya karena manusia mengonsumsi daging
yang berasal dari ternak yang mengidap penyakit tersebut. Meskipun hanya
mengonsumsi dalam jumlah kecil, B.a. mempunyai daya menimbulkan penyakit sangat
tinggi. Terlebih pada saat pertahanan tubuh manusia menjadi rendah akibat:
kelaparan, defisiensi vitamin A, keracunan (alkohol), kepayahan, iklim yang
jelek (sangat dingin/panas) dan cekaman (stres).
Disamping
itu penularan pada manusia dapat melalui luka.Seyogianya peternak yang memiliki
luka pada bagian tubuhnya tidak masuk kandang ternak atau merawat ternak yang
diduga terserang penyakit antraks.Penularan penyakit dari manusia ke manusia
jarang terjadi meskipun ada kontak langsung dengan penderita.
Antraks atau dikenal dengan radang
limpa pada hewan dapat menyerang hewan: Sapi, Babi, Kuda, Kerbau, Kambing,
Domba, Binatang buas, Burung unta, itik dan Angsa.
Tanda-tanda Ternak Terserang Antraks
adalah kematian mendadak tanpa disertai tanda-tanda sebelumnya, keluar darah
dari dubur, mulut, dan lubang hidung, darah berwarna merah tua seperti ter.
Pembengkakan di daerah leher, dada dan sisi lambung (limpa), pinggang dan alat
kelamin luar.
Pada penyakit antraks
yang berlangsung perakut domba dan sapi banyak yang mengalami kematian dalam
waktu singkat. Proses yang berlangsung perakut tersebut biasanya ditandai
dengan gejala klinis berupa hewan tiba-tiba menjadi lemah secara mendadak,
demam, sesak nafas dapat juga disertai kekejangan dan keluarnya darah dari
lubang-lubang tubuh. Kematian berlangsung dalam beberapa menit sampai beberapa
hari.
Beberapa penderita dapat pula
mengalami keluron dan mungkin akan mengalami pembengkakan oedematous yang lunak
dan panas pada jaringan di bawah kulit, terutama pada bagian bawah perut dan
pinggang. Lesi tersebut tidak menghasilkan suara krepitasi pada saat dilakukan
palpasi, hal ini disebabkan karena bacillus anthracis tidak membentuk gas.Pada
beberapa kasus juga ditemukan adanya tinja berdarah.
Kejadian antraks pada kuda juga
memiliki gejala klinis sebagaimana disebutkan.Hewan biasanya juga menunjukkan
gejala klinis seperti kolik.Kematian dapat terjadi sehari ataupun lebih lama
bila dibandingkan dengan penyakit pada ruminansia.
Pada Babi, penyakit biasanya
berlangsung lebih ringan dan berbentuk sebagai faringitis dan bersifat subakut.
Septisemia tidak ditemukan pada babi Radang yang terdapat pada kelenjar
limferegional yang bersifat septic akan menghilang secara spontan, meskipun tidak
ada pemberian antibiotika.
Penyakityang ditimbulkan oleh Bacillus
anthracis yaitu antraks kulit, saluran pencernaan, saluran
pernapasan, dan dapat sampai ke otak yang disebut antraks otak atau meningitis.
Antraks kulit terjadi karena disebabkan infeksi pada kulit sehingga spora Bacillus
anthracis dapat masuk melalui kulit.Antraks saluran pencernaan yang
disebabkan karena spora Bacillus anthracis yang tebawa oleh makanan yang
telah terinfeksi dan sampai ke saluran pencernaan.Antraks saluran pencernaan
yang disebabkan karena spora Bacillus anthracis yang terhirup.
Adapun pada manusia penularan
penyakit antraks seringnya melalui hal-hal sebagai berikut :
1. Kontak langsung dengan bibit
penyakit yang ada di tanah atau rumput, hewan yang sakit, maupun bahan-bahan yang berasal
dari hewan yang sakit seperti kulit, daging, tulang dan darah.
2. Bibit penyakit terhirup orang yang
mengerjakan bulu hewan (domba dll) pada waktu mensortir. Penyakit dapat
ditularkan melalui pernapasan bila seseorang menghirup spora Antraks.
3. Memakan daging hewan yang sakit atau
produk asal hewan seperti dendeng, abon dll.
E.
PENCEGAHAN
DAN PENGOBATAN
1. Langkah Pencegahan
Langkah pencegahan dimaksudkan agar ternak-ternak yang ada tidak tertular
penyakit antraks selama jangka waktu tertentu.Dengan meningkatkan kekebalan
ternak setelah dilakukan suntikan pencegahan menggunakan vaksin tertentu secara
periodik.Untuk kawasan endemik antraks, vaksinasi seharusnya diulang setiap
tahun secara kontinyu.Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kemudahan
dan ketersediaan vaksin.Untuk itu, Dinas Peternakan atau Pertanian harus bertanggung jawab
dalam pengadaan vaksin.
Pemberian vaksin antraks, kepada :
1.
Orang
yang bekerja langsung di laboratorium
2.
Orang
yang bekerja dengan kulit atau bulu hewan yang diimpor atau di daerah dimana
standar tidak cukup untuk mencegah infeksi spora antraks
3.
Orang
yang menangani produk hewan yang berpotensi terinfeksi di daerah daerah insiden
tinggi
4.
Anggota
militer yang dikerahkan ke daerah daerah dengan resiko tinggi untuk terkena
5.
BioThrax atau Antraks vaksin diserap a. Dibuat
oleh Bioport dan jalur paparan tidak penting
6.
Diberikan
secara subkutan 5 mL pada minggu 0,2 dan 4 dan pada bulan 6, 12, dan 18 serta
dosis tinggi pada interval 1 tahun.
2.
Langkah pengobatan
Bacillus anthracis kerentanannya terhadap hampir semua
antibiotika sangatlah tinggi.Yang paling disukai adalah dengan clindamycin yang
mempunyai aktivitas terhadap Bacillus anthracis dan potensi
anti-eksotoksin.Pengalaman beberapa pasien menunjukkan respon yang lebih bagus
ketika clindamycin 600 mg (iv)/ 8 jam atau 300 mg (po)/8 jam plus rifampicin
300 mg (po)/12 jam plus golongan quinolone (levofloksasin).
Peniciline masih merupakan antibiotika yang paling ampuh, dengan cara
pemberian tergantung tipe dan gejala klinisnya, yaitu:
a.
Antraks Kulit
1)
Procain Penicilline 2 x 1,2 juta IU, secara IM, selama 5-7 hari
2)
Benzyl Penicilline 250.000 IU, secara IM, setiap 6 jam, sebelumnya harus
dilakukan skin test terlebih dahulu.
3)
Apabila hipersensitif terhadap penicilline dapat diganti
dengan tetracycline, chloramphenicol atau erytromicine.
b.
Antraks Saluran Pencernaan & Paru
1)
Penicilline G 18-24 juta IU perhari IVFD, ditambahkan dengan
Streptomycine 1-2 g untuk tipe pulmonal dan tetracycline 1 g perhari untuk tipe
gastrointestinal.
2)
Terapi suportif dan simptomatis perlu diberikan, biasanya
plasma expander dan regimen vasopresor. Antraks Intestinal menggunakan
Chloramphenicol 6 gram perhari selama 5 hari, kemudian meneruskan 4 gram
perhari selama 18 hari, diteruskan dengan eritromisin 4 gram perhariuntuk
menghindari supresi pada sumsum tulang.
3.
Langkah
Pengawasan
Langkah ini untuk memantau kesehatan
ternak secara umum di suatu wilayah (dukuh, desa, kecamatan), khususnya
terhadap penyakit antraks.Petugas Dinas Peternakan/Pertanian harus mampu
merangkul seluruh anggota kelompok tani ternak di wilayahnya agar mau
melaporkan kondisi kesehatan ternaknya dari waktu ke waktu.Peternak harus
diyakinkan bahwa ternak yang keluar (dijual) atau yang masuk (dibeli)
benar-benar dalam keadaan sehat.
Pengawasan lalu lintas ternak
antarprovinsi hendaknya lebih diperketat, agar ternak-ternak yang sakit tidak
berpindah wilayah sehingga penyebaran penyakit dapat dicegah.Pemerintah
hendaknya menerapkan dengan ketat pengawasan kesehatan masyarakat veteriner, dengan
penyembelihan ternak dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan melalui pemeriksaan
kesehatan prapenyembelihan dan pascapenyembelihan.Hanya daging yang berasal
dari ternak yang sehat yang boleh diperdagangkan dan dikonsumsi.Pelanggaran
dari larangan ini dapat dikenakan pidana berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Pembinaan dan Bimbingan
Hubungan baik antara petugas atau tim pembina dan pembimbing dengan
masyarakat peternak harus tetap dipelihara dan dipupuk, melalui kegiatan
pendidikan atau pelatihan,
penyuluhan maupun sarasehan secara berkala, utamanya di kawasan endemik
antraks. Langkah pembinaan dan pembimbingan tersebut antara lain dengan
mengadakan kegiatan:
a. Sosialisasi Undang-undang
Republik Indonesia No 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan
dan Kesehatan Hewan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 22 Tahun
1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner. Sosialisasi hendaknya dilakukan
secara menarik sehingga hak dan kewajiban peternak dapat dipahami dan disadari
dengan baik.
b. Penyuluhan tentang manajemen
zooteknis ternak potong (sapi, kerbau, kambing, domba dan babi) dengan tekanan
pada manajemen pencegahan dan penanganan penyakit.
c. Pelatihan usaha ternak potong
guna meningkatkan keterampilan peternak, meliputi: sistem perkandangan, pakan,
pemeliharaan, penyakit dan penanggulangannya, pengaturan produksi/panen serta
analisis ekonomi.
Dengan kegiatan ini maka peternak
akan merasa diperhatikan dan menjadi lebih tahu sehingga lebih mudah dilibatkan
dalam upaya pengendalian penyakit antraks.(Dr.Ir. Djarot Harsojo Reksowardojo MS/ Fakultas Peternakan
Undip-35)
Langkah Penanganan terhadap Kawasan Penyakit Antraks:
1. Penutupan wilayah terhadap lalu
lintas (keluar-masuk) ternak maupun lalu lintas umum.
2. Mengisolasi ternak yang sakit pada
suatu tempat yang terpindah dari lalu lintas ramai.
3. Penyucihamaan ternak yang sakit,
dengan cara: lantai ditaburi kapur, membuka atap kandang hingga sinar matahari
dapat menjangkau seluruh luasan kandang selama pengistirahatan kandang dan
gunakan desinfektan yang sesuai untuk seluruh permukaan dan bagian kandang.
4. Segera lakukan vaksinasi terhadap
seluruh ternak yang masih sehat di seluruh kawasan.
5. Jangan melakukan otopsi atau bedah mayat karena berisiko tinggi
terhadap penyebaran B.a.
6. Yakinkan tidak ada ternak sakit yang
disembelih dan dagingnya dikonsumsi oleh masyarakat. Bila ada, segera bawa
konsumen ke rumah sakit untuk mendapat penanganan atau perawatan selanjutnya.
7. Bakar bangkai ternak yang mati
sampai habis atau kubur pada kedalaman 2,50 m di dalam tanah. Sebelum bangkai
ditimbun dengan tanah, tutuplah dengan kapur atau disiram dengan larutan
formalin.
8. Bunuh segera ternak yang dalam
keadaan sakit parah.
9. Obati ternak yang terserang pada
gejala awal dan isolasikan.
10. Tutup padang atau lapangan penggembalaan dari
aktivitas merumput.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Antraks merupakanpenyakit menular akut dan sangat mematikan
yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis
dalam bentuknya yang paling ganas.
Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi. Spora
tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia.
2. Sumber
penyakit antraks adalah hewan ternak herbivora. Manusia terinfeksi antraks
melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora antraks.
Penularan juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan yang sakit
seperti kulit dan bulu. Penularan penyakit antraks pada manusia pada umumnya
karena manusia mengonsumsi daging yang berasal dari ternak yang mengidap
penyakit tersebut. Meskipun hanya mengonsumsi dalam jumlah kecil, B.a. mempunyai
daya menimbulkan penyakit sangat tinggi. Terlebih pada saat pertahanan tubuh
manusia menjadi rendah akibat: kelaparan, defisiensi vitamin A, keracunan
(alkohol), kepayahan, iklim yang jelek (sangat dingin/panas) dan cekaman
(stres). Disamping itu penularan pada
manusia dapat melalui luka. Seyogianya peternak yang memiliki luka pada bagian
tubuhnya tidak masuk kandang ternak atau merawat ternak yang diduga terserang
penyakit antraks. Penularan penyakit dari manusia ke manusia jarang terjadi
meskipun ada kontak langsung dengan penderita.
3. Cara
penanggulangan antraks dapat melalui upaya – upaya , antara lain pemberian
vaksin kepada orang – orang yang dapat menjadi agent penular antraks, pemberian
obat misalnya penicilin dengan dosis yang tepat, melakukan pengawasan,
bimbingan dan penyuluhan.
B.
Saran
Masyarakat dalam
melakukan kegiatan yang berhubungan dengan ternak harus berhati – hati.Selalu
memakai alat pelindung diri dan menjaga hygiene perorangan agar tidak terkena
spora Bacillus anthracis.Banyak membaca informasi tentang antraks diharapkan
dapat lebih meningkatkan pemahaman dan pecegahan secara dini. Jika terjadi
infeksi segera di bawa ke rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan dan
di harapkan tidak menular kepada yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-20PEDOMAN-20KLB-20EPID-20PENYAKIT-202011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar